Siapakah Raden Fatahillah?

Fatahillah atau Faddilah Khan, merupakan tokoh Islam dan sekaligus panglima pasukan Kerajaan Demak-Cirebon yang memimpin penaklukan Portugis di Sunda Kelapa pada tahun 1527. Setelah mengusir Portugis, ia menggganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang berarti kota kemenangan. Nama asing Faletehan didapat dari orang Portugis bernama Joao de Barros dalam bukunya yang berjudul Decadas da Asia.

Fatahillah merupakan tokoh penyebar agama Islam yang masyhur di Jawa Barat bahkan Nusantara. Usaha Fatahillah untuk menyebarkan agama Islam baik dalam pemerintah maupun sampai ke tingkat kerajaan Islam merupakan bukti bahwa Fatahillah merupakan seorang ulama dan Pemimpin yang mahir dalam bernegara.

Terdapat beberapa pendapat tentang riwayat atau asal usul Fatahillah. Beberapa kalangan mengatakan, ia berasal dari Pasai, Aceh Utara. Ada juga kalangan yang mengatakan bahwa Fatahillah merupakan putra dari raja Makkah (Arab) yang menikah dengan putri raja Pajajaran. Pendapat hampir serupa menyebut Fatahillah dilahirkan pada 1448 dari pasangan Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina, dengan Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran, Raden Manah Rasa.

Fatahillah termasuk dalam salah satu Wali Sanga atau Wali Sembilan, hal itu karena kesunnguhannya dalam memperjuangkan agama Islam dan ketekunannya dalam mengamalkan agama Islam. Fatahillah dikenal sebagai panglima perang yang pandai dalam berdiplomasi dan gagah berani di medan perang. Berkat jasa dan keberaniannya, Islam bisa tersebar di banyak wilayah serta penyebarannya sangaat masif di pesisir utara pulau Jawa.

Saat Pasai direbut oleh Portugis pada tahun 1521, Fatahillah berlayar ke Makkah. Empat tahun setelah itu, Fatahillah kembali ke Nusantara dan pada tahun 1524 kemudian ia menikah dengan Nyai Ratu Pembayun yang merupakan adik Sultan Trenggana yang berasal dari Demak. Fatahillah mendapatkan kemenangan atas penaklukan Banten dan Sunda Kelapa.

Tumbangnya Banten dari Pajajaran dan sebagian besar pemberontak di sana semakin menambah besar daya pukul kekuatan armada Fatahillah. Pada 1526, Alfonso d’Albuquerque mengirim enam kapal perang dibawah pimpinan Francisco de Sa menuju Sunda Kelapa. Fatahillah diakui sebagai panglima perang yang berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Para Sejarawan berpendapat bahwa Fatahillah menginjakkan kakinya di Jawa pada 1525, tepatnya di Tanah Sunda.

Kedatangannya disambut baik oleh Raja Sunda, Prabu Surawisesa, yang dikenal oleh Portugis sebagai Raja Samio. Kerajaan Sunda pada saat itu telah melakukan kerja sama dengan Portugis guna melegitimasi kekuasaannya di Sunda Kelapa dari kekuatan politik Islam di wilayah Jawa atau Mataram. Namun, Fatahillah menilai bahwa kehadiran Portugis di Sunda Kelapa merupakan ancaman bagi seluruh wilayah Nusantara, terutama Jawa.

Fatahillah kemudian pergi ke Demak dan mengabdikan dirinya kepada Sultan Trenggono, penguasa Kerajaan Demak saat itu. Selain itu, Fatahillah juga diberikan kuasa terhadap ribuan prajurit untuk mengislamkan Sunda dan merebut Sunda Kelapa dari Portugis. Dalam perjalanannya ke Sunda Kelapa, Fatahillah singgah di Kesultanan Cirebon untuk menggabungkan kekuatannya.

Fatahillah diperkirakan membawa 20 kapal yang mengangkut sekitar 1.500 pasukan di bawah pimpinannya. Ekspedisi itu mulai dilancarkan pada 1526 dan berakhir pada 22 Juni 1527, ketika pasukannya berhasil mengalahkan Portugis dan menguasai Sunda Kelapa. Setelah berhasil mengusir Portugis, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Penaklukkan Fatahillah atas Portugis pada 22 Juni 1527 kemudian diperingati sebagai hari jadi Jakarta.