Kita bersyukur dengan nikmat hidup yang Allah karuniakan. Terlebih atas nikmat kesadaran akan makna hidup. Hidup dengan benar, baik, dan lurus di jalan menuju sa’adatil darain (kebahagiaan dunia dan akhirat). Itula jalan takwa sejati menurut firman Allah :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Bertakwalah kepada Allah agar kalian beruntung (QS. Ali Imran : 200)

Dalam perjalanan waktu dan zaman bermunculan wabah yang mengancam. Baik mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, maupun mengancam kesehatan dan keseamatan beragama (tadayyun); yang bisa merusak derajat komitmen (tamassuk) kita pada Dinul Islam yang punya karaketeristik; (1) memerintahkan yang makruf; (2) melarang yang munkar; (3) menghalalkan yang baik; (4) mengharamkan yang buruk; (5) menghapuskan dosa dan beban kesulitan manusia seperti termaktub dalam surah Al-A’raf :157.

Oleh karena ketakwaaan adalah segalanya dalam hidup, setan sebagai musuh abadi baik setan jenis jin maupun setan sejenis manusia, akan menggerogoti hingga menghancurkan ketakwaan kita. Yaitu dengan mengeksploitasi hawa nafsu dan kesenangan (syahwat) pada semua manusia. Sedangkan orang yang berpengetahuan, ia akan dihujani serangan berupa keracunan (syubhat).

Kitika semangat untuk beramar makruf dan nahi munkar mulai melemah, skala fitnah terhadap agama menjadi meningkat hingga banyak kalangan yang menjadi sponsor atau bahkan terjun langsung sebagai leader atau organisator kemunkaran. Sebaliknya disisi lain mereka melarang dan merintangi program atau aktivitas kebajikan.

Lebih dari itu akan terjadi situasi dimana akal dan nalar masyarakat tidak lagi sehat sehingga memandang yang makruf sebagai kemunkaran, dan kemunkaran sebagai hal wajar, baik dan patut diapresiasi. Seperti adanya kecurigaan terhadap kalangan salih, ahli qurran, dan pemakmur masjid. Bahkan ada yang berlanjut pada serangan secara fisik. Dalam situasi demikian, laknat dan hukuman Allah hanya soal waktu.

Relasi antar masyarakat jadi bersumbu pendek, mudah terjadi gesekan dan meledak menjadi konflik social. Lalu turun penyakit bahkan wabah yang belum pernah menjangkit dan belum bisa diprediksi sampai kapan. Hanya Dia yang Maha Mengetahui dan Berkuasa.

Jalan perbaikan untuk keluar dari petaka (fitnah) tersebut tentunya adalah dengan bertaubat secara kolektif kepada Allah, memperbanyak istighfar, serta mengoreksi kesalahan-kesalahan yang diperbuat. Bersamaan dengan itu sisi substantf dan fundamental dari ketakwaan harus diperkuat karena berkolerasi langsung dengan daya furqan: kemampuan menepis pekatnya peracuan, berbagai tuduhan hitam terhadap agama, dan para pengawalnya.

Ada empat substansi pokok ketakwaan yang harus terus diperkuat:

Pertama, jujur dan menjauhi dusta. Sebab kejujuran itu langsung mengakses ketakwaan.

Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ

Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan pastikanlah dirimu bersama orang-orang yang jujur (QS At-Taubah : 119)

Kedua, rasa malu. Yakni malu dalam melakukan dosa dan maksiat. Sabda Rasul SAW:

فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنْ الْإِيمَانِ

“Malu bersumber dari iman.” H.R. Al – Bukhori.

Ketiga, berusaha bersikap adil terhadap apapun dan teradap siapapun. Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, dengan menjadi saksi yang adil. Janganlah sekali-kali kebencian mu terhadap satu kaum mendorong jamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil lah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-midah : 8).

Keempat, waspada dan berhati-hati dengan senantiasa menjaga hubungan silaturahim

Bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan pelihara lah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. Annisa : 1)

Sebagai kesimpulan, takwa ditandai dengan adanya sikap jujur, malu, adil dan hati-hati dalam berucap dan bertindak. Dalam penjelasan berbeda, Ibn Mas’ud RA menjelaskan bahwa yang dimasuk takwa adalah:

“Hendaknya Allah selalu dipatuhi tidak dibelakangi, diingatkan tidak dilupa serta disyukuri tidak diingkari”

Bila takwa semacam it uterus dijaga, niscaya Allah akan memberika furqan. Allah akan menganugrahkan kemampuan untuk bisa membedakan antara hak dan batil serta akan membimbinb kita kepada jalan yang benar.

Oleh: Rizqon